Kemandirian seseorang dinilai
dari tingkat kemanjaannya, bener gak sih? Aku aja gak yakin sih. Tapi karna
anak – anak, aku tau bagaimana rasanya memanjakan mereka dan memandirikan
mereka (emang ada ya bahasa memandirikan). Nah, aku sendiri ngerasa jadi manja
waktu aku ngadepin sesuatu tapi ada seseorang di belakangku yang aku yakin
banget dia bisa menolongku, bisa aku andalkan. Terus...aku ingat ke belakang ,
jauh... sebelum ada dia. Aku ngerasa bisa dengan mudahnya aku merasa mandiri.
Jauh dari keluhan, lebih bisa membungkus semuanya dengan baik. Walau pada
akhirnya sebenarnya aku membuangnya di jalan.
Nah, menurutku emang jalan itu
tempat yang bagus untuk membuang segala. Sampah – sampah yang mungkin mengotori
hati, pikiran dan apa saja yang menurutku sampah. Dengan angin aku bisa
meluapkannya, berbicara pada butiran debu yang sesekali menggores mataku.
Melirik sejenak pada teriknya matahari, lalu aku bilang. Aku baik – baik saja.
Hingga suatu ketika aku sadar, luka ini luka kemarin atau luka lalu yang sudah
ku buang dan tak ku ingat lagi tidak lebih buruk dari pada luka yang pernah aku
rasa pada “waktu itu”.
Alwi dan sejenisnya bukan tipe
manja, mereka kadang terlihat nakal, tidak sopan dan hal – hal kecil yang
membuat “aku terlihat sangat tak berguna”dimata mereka. Tapi menurutku mereka
baik. Bisa dibilang aku jadi mati rasa karna mereka. Aku jadi sulit membedakan
siapa mereka. Waktu aku diam berarti aku marah pada mereka. Tapi mereka tau
betul waktu senyumku mengatakan “iya”. Menuruti apa yang mereka mau. Anggukan
kepalaku cukup menerjemahkan persetujuanku dan gelengan kepalaku menyatakan
ketidaksetujuanku. Dan mereka pun tau waktu aku hanya bisa bilang “terserah”.
Waktu itu ketika aku ingin sekali mereka mendengarkan apa yang aku mau. Mata
jernih mereka sering membuatku luluh, mungkin itu waktunya aku memanjakan
mereka. Sekejap kenakalan mereka lenyap. Namun ada yang harus mereka bayar.
Memberikan buku dan latihan soal, ku rasa itu sangat cukup untuk menguji
kemandirian mereka. Dan mereka memang seperti itu. Membuat kegaduhan lalu
meluluhkanku lalu menjadi mandiri.
Zara dan sejenisnya adalah tipe
manja. Tapi mereka dibagi lagi dalam beberapa jenis. Jenis pertama, manjanya
tidak membuat aku gregetan, karna di beberapa waktu dia mampu merubah dirinya
menjadi sangat mandiri. Kels 6 SD sekarang. Sekolahnya di Jakarta. Dia baik,
manja, pintar. Bisa seharian bersamaku. Rambutnya panjang. Kalau pulang
rambutnya bisa kayak keluar dari salon, yang di ikat kanan kiri, yang di
kepang,kurangnya ya kurang wangi aja. Jelas lah, seharian di sekolah, terus
bareng aku. Jenis kedua, manja, rajin, lemah lembut, cantik meski tak terlalu
pintar. Aku menjadi sangat lembut saat
bersamanya. Gaya belajarnya memang harus nyicil, kayak kredit motor, gak
seperti jenis pertama. Jenis ketiga, manja, songong, banyak maunya, suka cari
perhatian, tapi dia sebenarnya hanya butuh saudara untuk dia berbagi. Mungkin
Cuma itu yang dia butuhkan. Jenis keempat, manja, cerewet kalau sendiri, diam
kalau ada orang banyak, mudah gagal fokus. Yang ini yang paling mengganggu.
Lupakan si zara dan sejenisnya
ingat saja alwi dan sejenisnya, mungkin itu yang lebih baik, yang bisa
mengajarkan pada jalan yang benar. Jalan yang memberiku ilmu tentang
kemandirian. Bukan menjadi manja seperti zara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar