Tiba
tiba aroma mie instan di campur telur tercium di hidungku, jelaslah jelas, ini
ulah sepupuku yang kelaparan tak kuat menahan laparnya. Mama pulang kerja kan
emang udah remek, makanya mana peduli mama buatin makanan buat sepupu. Nani
juga tadi terlihat mengais ngais sisa makanan bawaan mama. Lapar di malam hari
di rumahku itu sudah biasa.
Lalu ponselku berbunyi, padahal aku baru saja
kelar membersihkan kaki. Harus dibiasakan membersihkan kaki sebelum tidur, agar
kuman kuman tak bersarang di jemari kaki kakiku, yang membuat kakiku terlihat
sangat buruk. Lalu olah raga dulu sebelum tidur, alias sholat isya. Agar tidur
lebih tenang, nyenyak dan tak ada utang sholat.
Pesan
singkat yang menyuruhku membuka blog temanku yang baru beberapa hari ada itu,
membuat naluri kekepoanku bangkit. Bukan hanya blog temanku saja yang ku buka,
tapi blog orang penting “orang itu” juga menjadi sasaran kekepoanku, blognya ku
kira lahir baru di tahun 2012 ternyata
ada juga di tahun 2010. Aku yakin benar, blog itu lahir bukan dari tangan orang
lain. Dia cukup pintar, tak seperti aku, yang harus melahirkan sesuatu dari
tangan orang lain. Tapi lalu aku berfikir, mengapa waktu itu aku harus menurut.
Entahlah, mungkin banyak hal yang bisa menghipnotisku sehingga aku tak berdaya.
Mendadak
aku ingat pada di malam takbiran kala itu, entah tahun berapa, aku , nani dan
kak dana sempat mengelilingi kota malang dengan mobil baru kak dana. Lalu masuk sebuah pesan di ponselku ada yang
menanyakan keberadaanku, “dimana?”. Aku mengerutkan kening. Beberapa saat
kemudian, setelah aku tiba di rumah, ku balas, “di rumah”. “keluar”. Pesan
singkat itu semakin mengerutkan keningku. Kulihat teman lamaku, entah berapa
lama kami tak jumpa. Aku sering dibuat pusing olehnya. Pertanyaan – pertanyaan
yang sering membuatku kembali bertanya di dalam hati,”ngapain sih nanya gitu”.
Tapi dia juga teman yang mengerti kapan aku baik dan kapan aku tak baik.
Kini
laptopku yang usang, tua dan rapuh seperti pemiliknya telah terbuka, wajah mas
Gibran, putra sulung bapak presiden kami sudah terpampang jelas, senyumnya
mungkin kini mengalahkan vidi aldiano. Kabar yang ku dapat dari hasil
kekepoanku ke blognya si Kaesang sih mas Gibran ini orang pendiam yang
ngomongnya irit banget. Satu hufur harus bayar seribu kali ya. Aslinya seperti
apa ya? Boleh tidak aku bermimpi jadi mantunya presiden. Haloooo... bangun vis,
bangun dari tidur panjangmu.aku Cuma nanya sih, kalau iseng minta sama Tuhan
dikasih gak ya. Tapi kadang iseng ke mama minta duit juga di kasih, kadang serius
minta duit malah dapat wejangan doang, yah... dicoba tak apalah. Tar aja
desember ya.
Selanjutnya,
aku ingat kak dana yang baru balas SMS ku , padahal aku ngirimnya kemarin,
TERLALU *alaalabangroma. Sibuk banget ya kakakku itu. Tapi gak apalah, minimal
dia gak marah denganku karna beberapa hari yang lalu aku dongkol banget sama
ulahnya yang mau buat acara nikahan sampai dua hari. Lalu aku tersadar,
seharusnya aku bisa melakukan banyak hal yang lebih bermanfaat, membantu
kakakku mengurus surat nikahannya, mengingat kejadian konyol yang pernah aku
lalui bersama teman ataupun sendiri. Dan...meninggalkan kebiasaanku KEPO, yang
bisa membuat luka. Katakan BYE pada KEPO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar