Jumat, 31 Oktober 2014

Bye Kepo


                Tiba tiba aroma mie instan di campur telur tercium di hidungku, jelaslah jelas, ini ulah sepupuku yang kelaparan tak kuat menahan laparnya. Mama pulang kerja kan emang udah remek, makanya mana peduli mama buatin makanan buat sepupu. Nani juga tadi terlihat mengais ngais sisa makanan bawaan mama. Lapar di malam hari di rumahku itu sudah biasa.
                 Lalu ponselku berbunyi, padahal aku baru saja kelar membersihkan kaki. Harus dibiasakan membersihkan kaki sebelum tidur, agar kuman kuman tak bersarang di jemari kaki kakiku, yang membuat kakiku terlihat sangat buruk. Lalu olah raga dulu sebelum tidur, alias sholat isya. Agar tidur lebih tenang, nyenyak dan tak ada utang sholat.
                Pesan singkat yang menyuruhku membuka blog temanku yang baru beberapa hari ada itu, membuat naluri kekepoanku bangkit. Bukan hanya blog temanku saja yang ku buka, tapi blog orang penting “orang itu” juga menjadi sasaran kekepoanku, blognya ku kira lahir baru di tahun  2012 ternyata ada juga di tahun 2010. Aku yakin benar, blog itu lahir bukan dari tangan orang lain. Dia cukup pintar, tak seperti aku, yang harus melahirkan sesuatu dari tangan orang lain. Tapi lalu aku berfikir, mengapa waktu itu aku harus menurut. Entahlah, mungkin banyak hal yang bisa menghipnotisku sehingga aku tak berdaya.
                Mendadak aku ingat pada di malam takbiran kala itu, entah tahun berapa, aku , nani dan kak dana sempat mengelilingi kota malang dengan mobil baru kak dana. Lalu  masuk sebuah pesan di ponselku ada yang menanyakan keberadaanku, “dimana?”. Aku mengerutkan kening. Beberapa saat kemudian, setelah aku tiba di rumah, ku balas, “di rumah”. “keluar”. Pesan singkat itu semakin mengerutkan keningku. Kulihat teman lamaku, entah berapa lama kami tak jumpa. Aku sering dibuat pusing olehnya. Pertanyaan – pertanyaan yang sering membuatku kembali bertanya di dalam hati,”ngapain sih nanya gitu”. Tapi dia juga teman yang mengerti kapan aku baik dan kapan aku tak baik.
                Kini laptopku yang usang, tua dan rapuh seperti pemiliknya telah terbuka, wajah mas Gibran, putra sulung bapak presiden kami sudah terpampang jelas, senyumnya mungkin kini mengalahkan vidi aldiano. Kabar yang ku dapat dari hasil kekepoanku ke blognya si Kaesang sih mas Gibran ini orang pendiam yang ngomongnya irit banget. Satu hufur harus bayar seribu kali ya. Aslinya seperti apa ya? Boleh tidak aku bermimpi jadi mantunya presiden. Haloooo... bangun vis, bangun dari tidur panjangmu.aku Cuma nanya sih, kalau iseng minta sama Tuhan dikasih gak ya. Tapi kadang iseng ke mama minta duit juga di kasih, kadang serius minta duit malah dapat wejangan doang, yah... dicoba tak apalah. Tar aja desember ya.
                Selanjutnya, aku ingat kak dana yang baru balas SMS ku , padahal aku ngirimnya kemarin, TERLALU *alaalabangroma. Sibuk banget ya kakakku itu. Tapi gak apalah, minimal dia gak marah denganku karna beberapa hari yang lalu aku dongkol banget sama ulahnya yang mau buat acara nikahan sampai dua hari. Lalu aku tersadar, seharusnya aku bisa melakukan banyak hal yang lebih bermanfaat, membantu kakakku mengurus surat nikahannya, mengingat kejadian konyol yang pernah aku lalui bersama teman ataupun sendiri. Dan...meninggalkan kebiasaanku KEPO, yang bisa membuat luka. Katakan BYE pada KEPO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar